BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Organisasi memiliki sifat untuk
selalu melakukan penyesuaian agar dapat bertahan dan mencapai tujuannya. Hal
ini berarti suatu organisasi harus mampu mengajak anggotanya untuk selalu
bersikap dengan cara-cara yang bermanfaat bagi organisasi misalnya bersikap adaptif
terhadap masalah di sekitar organisasi. Dalam sebuah organisasi cara yang
bermanfaat ini dilaksanakan dengan pengendalian kekuasaan. Sedang definisi kekuasaan adalah the ability to get someone to do something you want done or the ability
to make things happen in the way you want them to. Dengan
kata lain, usaha yang dilakukan dikendalikan oleh sebuah kekuasaan yang
dimiliki oleh pemimpin organisasi.
Garis kekuasaan kadang-kadang
sangat tidak kentara dalam organisasi, sehingga bawahan tidak sadar bahwa
mereka sesungguhnya sedang digunakan untuk mengejar keinginan dan maksud orang
lain. Apa yang menarik orang mencari kekuasaan? Kadang-kadang hal ini
disebabkan orang ingin memanipulasi atau
mengendalikan orang lain dalam organisasi. Atau, ada juga orang yang haus akan
ketaatan dan kepatuhan dari orang lain untuk menuruti segala perintahnya. Atau
memiliki hasrat besar untuk selalu dicap berjasa. Bagi sebagian orang, situasi
kerja merupakan satu-satunya tempat dimana mereka dapat memperoleh dan
menggunakan kekuasaan. Perebutan kekuasaan dan basis kekuatan muncul dalam
lingkungan kerja bila orang-orang dan kelompok-kelompok berlomba untuk dapat
mengendalikan perilaku orang dan kelompok lain. Dan bila orang-orang atau
kelompok-kelompok berinteraksi dalam suatu kontes kekuasaan, terciptalah
kemudian apa yang disebut dengan politik. Golongan
mulai dibentuk dan dikembangkan, orang-orang bersekutu dalam kelompok-kelompok
formal, berkoalisi, mengadakan perjanjian-perjanjian, di mana orang dan kelompok yang
satu menang dan yang lain kalah.
Penggunaan kekuasaan dan politik dalam organisasi
menentukan keberhasilan organisasi.
Lapindo Brantas merupakan salah
satu organisasi privat yang mendapat masalah akibat kebocoran gas di Sidoharjo,
Jawa Timur. Akibatnya Lapindo mendapat berbagai masalah baru misalnya
penggantian dana ganti rugi dan tanggung jawab atas hal tersebut termasuk
desakan dan demonstrasi dari masyarakat. Kondisi Lapindo pada saat itu dapat
dikatakan dalam kondisi yang sulit. Akan tetapi kemudian muncul SP3 bagi kasus
Lapindo, hal ini menunjukkan
pengendalian kekuasaan Lapindo
oleh Pemerintah dan Penguasa di balik Lapindo
lebih menentukan arah dan masa depan Lapindo daripada tekanan dari variabel
kontingensi misalnya teknologi, lingkungan, dan struktur.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
penggunaan kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi?
2. Bagaimana kaitan antara organisasi, politik, dan
kekuasaan dalam kasus Lapindo?
1.3
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui penggunaan kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi.
2. Untuk
mengetahui kaitan antara organisasi, politik, dan kekuasaan dalam kasus
Lapindo.
BAB II
LANDASAN TEORI
I.
Pengertian
dan Model Kekuasaan
Kekuasaan (power) adalah kemampuan yang dimiliki
seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi individu lain ataupun kelompok lain.
Kekuasaan yang dimiliki seseorang akan menempatkan orang tersebut dalam suatu
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain yang dipengaruhinya.
Pada umumnya kekuasaan akan menciptakan suatu hubungan yang vertical dalam
suatu organisasi. Kekuasaan juga akan menentukan siapa yang pantas dan
seharusnya mengambil keputusan (decision making) dalam suatu organisasi.
Teori yang dikemukakan oleh French dan
Raven
ini menyatakan bahwa kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam kelompok atau
organisasi. Dengan kata lain, orang atau orang-orang yang memiliki akses
terhadap sumber kekuasaan dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu akan
mengendalikan atau memimpin kelompok atau organisasi itu sendiri. Adapun sumber kekuasaan itu sendiri ada
tiga macam, yaitu kedudukan, kepribadian dan politik.
Kekuasaan
yang Bersumber pada Kedudukan
Kekuasaan yang
bersumber pada kedudukan terbagi ke dalam beberapa jenis:
1.
Kekuasaan formal atau legal
Termasuk dalam jenis ini adalah komandan tentara, kepala dinas, presiden
atau perdana menteri, dan sebagainya yang nendapat kekuasaannya karena ditunjuk
dan/atau diperkuat dengan peraturan atau perundangan yang resmi.
2.
Kendali atas sumber dan ganjaran
Majikan yang menggaji karyawannya, pemilik sawah yang mengupah buruhnya,
kepala suku atau kepala kantor yang dapat memberi ganjaran kepada anggota atau
bawahannya, dan sebagainya, memimpin berdasarkan sumber kekuasaan jenis ini.
3.
Kendali atas hukuman
Ganjaran biasanya terkait dengan hukuman sehingga kendali atas ganjaran
biasanya juga terkait dengan kendali atas hukuman . Walaupun demikian, ada
kepemimpinan yang sumbernya hanya kendali atas hukuman saja. Kepemimpinan jenis ini adalah kepemimpinan yang
berdasarkan atas rasa takut. Contohnya, preman-preman yang memunguti pajak dari
pemilik-pemilik toko. Para pemilik toko mau saja menuruti kehendak para preman
itu karena takut mendapat perlakuan kasar. Demikian pula anak kelas 1 SMP takut
kepada seniornya murid kelas 3 yang galak dan suka memukul sehingga kehendak
senior itu selalu dituruti
4.
Kendali atas informasi
Informasi adalah ganjaran
positif juga bagi yang memerlukannya. Oleh karena itu, siapa yang menguasai
informasi dapat menjadi pemimpin. Orang yang paling tahu jalan di antara serombongan pendaki gunung yang
tersesat akan menjadi pemimpin rombongan itu. Ulama akan menjadi pemimpin dalam
agama. Ilmuwan menjadi pemimpin dalam ilmu pengetahuan. Murid yang selalu punya
bocoran soal ulangan juga dianggap sebagai pemimpin oleh kawan-kawannya setiap
menjelang ulangan umum.
5.
Kendali ekologik
Sumber kekuasaan ini juga
dinamakan perekayasaan situasi (situational engineering). Cotohnya, kendali
atau penempatan jabatan. Seorang atasan, manajer atau kepala bagian personalia,
misalnya mempunyai kekuasaan atas bawahannya kerana ia boleh menentukan posisi
anggota-anggotanya. Demikian pula komandan atau kepala suku yang berhak
menentukan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh bawahan dan anggotanya.
Orang-orang ini akan dianggap sebagai pemimpin. Contoh lain adalah kendali atas
tata lingkungan. Kepala dinas tata kota berhak memberi izin bangunan. Kepala
asrama menentukan seorang siswa harus tidur di kamar mana dan dengan siapa.
Kekuasaan yang
Bersumber pada Kepribadian
Berbeda dari kepemimpinan yang bersumber pada
kekuasaan karena kedudukan, kepemimpinan yang bersumber pada kekuasaan karena
kepribadian berawal dari sifat-sifat pribadi, yaitu sebagai berikut.
1.
Keahlian atau keterampilan
Dalam salat berjamaah dalam agama islam, yang
dijadikan pemimpin salat (imam) adalah yang paling fasih membaca ayat Alquran.
Di sebuah kapal atau pesawat udara, penerbang
yang paling terampillah yang dijadikan nahkoda atau kapten. Pasien-pasien di
rumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah
yang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakitnya.
2.
Persahabatan atau kesetiaan
Sifat
dapat bergaul, setia kawan atau setia kepada kelompok dapat
merupakan sumber kekuasaan sehingga seseorang dianggap sebagai pemimpin.
Ibu-ibu ketua kelompok arisan, misalnya, dipilh karena sifat-sifat pribadi
jenis ini.
3.
Karisma
Ciri kepribadian yang menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari
pemimpin juga merupakan salah satu sumber kekuasaan dalam proses kepemimpinan.
Kekuasaan
yang Bersumber pada Politik
Kekuasaan
yang bersumber pada politik
terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1.
Kendali atas proses pembuatan keputusan
Dalam organisasi,
ketua menentukan apakah suatu keputusan akan dibuat dan dilaksanakan atau
tidak. Hakim memimpin sidang pengadilan karena ia mempunyai kendali atas
jalannya sidang dan putusan atau vonis yang akan dijatuhkan. Kepemimpinan
seorang presiden juga bersumber pada kekuasaan politik karena sebuah
undang-undang yang sudah disetujui parlemen baru berlaku jika sudah mendapat
tanda tangannya
2.
Koalisi
Kepemimpinan atas
dasar sumber kekuasaan politik ditentukan juga atas hak atau kewenangan untuk
membuat kerja sama dengan kelompok lain. Pemilik perusahaan berhak melakukan
merger dengan perusahaan lain. Kepala suku Indian mengisap pipa perdamaian
dengan kepala suku lainnya. Presiden menyatakan perang atau damai dengan negara
lain.
3.
Partisipasi
Pemimpin mengatur
partisipasi anggotanya, siapa yang boleh berpartisipasi, dalam bentuk apa tiap
anggota itu berpartisipasi, dan sebagainya
4.
Institusionalisasi
Pemimpin agama menikahkan pasangan
suami-istri, menentukan terbentuknya keluarga baru. Notaris atau hakim
menetapkan berdirinya suatu yayasan atau perusahaan baru. Lurah mengesahkan
berdirinya LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa).
Menurut
jenisnya, kekuasaan dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
Kekuasaan posis (position power) : yang didapat
dari wewenang formal, besarnya ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang
yang menduduki posisi tersebut.
b.
Kekuasaan pribadi (personal power) : berasal
dari para pengikut dan berdasarkan pada seberapa besar para pengikut mengagumi
respek dan merasa terikat pada pemimpin.
Menurut sumbernya, kekuasaan dibagi menjadi : kekuasaan balas
jasa (reward power) yaitu berupa uang, suaka, perkembangan karier dan
sebagainya yang diberikan untuk melaksanakan suatu perintah maupun persyaratan
lainnya. kekuasaan paksaan (coersive power) yaitu kekuasaan yang berasal dari
apa yang dirasakan oleh seseorang bahwa hukuman akan diterima bila tidak
melakukan atau menjalankan suatu perintah atau tugas. Hukuman ini dapat berupa
teguran ataupun pemecatan dari jabatan.
Dalam
mempengaruhi perilaku seseorang, terdapat berbagai macam unsur-unsur diantaranya
yaitu :
1. Unsur
Wewenang
Wewenang merupakan syaraf yang berfungsi
sebagai pengerak dari pada kegiatan-kegiatan. Wewenang yang bersifat infoemal
untuk mendapatkan kerja sama yang baik dengan bawahannya. Wewenang adalah
kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang untuk bertindak dan memerintahkan orang
lain, tanpa ada wewenang terhadap suatu pekerjaan janganlah mengerjakan
pekerjaan tersebut, karena tidak mempunyai dasar hokum untuk melakukannya.
Misalnya saja pada dunia kemiliteran, dimana pada dunia kemiliteran itu harus
dan wajib mematuhi atau mengikuti wewenang yang ada yaitu apabila ada atasannya
harus hormat, walaupun atasanya tidak mengunakan pakaian dinas.
Keuntungan
dari adanya wewenang itu dapat terjadi proses untuk mempengaruhi perilaku lebih
cepat dan mudah, sedangkan kelemahannya itu karena adanya keterpaksaan,
sehingga harus mengikuti wewenang dari atasannya. Contoh wewenang dalam kehidupan sehari-hari : ketika mahasiswa baru masuk kuliah di salah satu
Universitas, pada suatu ketika saya mengikuti mata kuliah yang membuat saya
membingungkan. Kemudian dosen saya menyuruh mahasiswanya untuk membuat tugas
sebanyak 2 BAB dengan menggunakan bahasa inggris. Maka saya dan mahasiswa lainnya terpaksa
mengerjakan, karena mata kuuliah tersebut sangat penting.
2.
Unsur
yang menggunakan paksaan dan
ancaman
Suatu perintah untuk menghasilkan
keinginan dengan cara kekerasan (memaksa).
Contohnya saja pada PREMANISME → ada seorang wanita yang didekati oleh 2
laki-laki. Kemudian kedua laki-laki tersebut meminta sesuatu yang berharga pada
wanita itu, dengan cara kekerasan yaitu dengan menodongkan senjata tajamnya.
Jadi sikap dan perilaku ini sudah jelas adanya ancaman dan paksaan.
3.
Unsur
manipulatif
Suatu perbuatan curang dengan cara
membohongi atau melakukan dengan cara licik, agar dapat mempengaruhi perilaku. Dalam manipulatif ini tidak akan terjadi
proses mempengaruhi perilaku,
karena tidak terdapat paksaan. Biasanya batasan antara manipulasi dengan
membantu itu sangat tipis. Misalnya saja pada kehidupan sehari-hari.
Pada saat ujian nasional berlangsung, saya
dan teman-teman merasakan kesusahan dalm menjawab soal-soal yang diberikan oleh
guru. Kemudian murid-murid mencari jawaban-jawaban dari satu teman keteman
lainnya, padahal aturan-aturan yang ada tidak dibolehkan untuk mencari jawaban
kepada temannya. Nah ketika itu saya ingin meminta jawaban kepada teman saya,
karena teman saya takut sama aturan-aturan yang ada, maka teman saya
memanipulasikan jawaban kepada saya dan teman-temannya.
4.
Kerja sama
Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan adanya
kesepakatan dan tuganya masing-masing. Didalam kerja sama itu tidak ada paksaan atau tekanan, melainkan kerja sama
dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
Kelebihan dari kerja sama:
·
Dapat
mengambil tanggung jawab untuk orang yang diubah.
·
Melihat
suatu masalah lebih jelas dan mudah.
·
Saling
komunikasi, yaitu antara si A dengan si B.
·
Dapat
menerima alternative yang disepakati kedua belah pihak (keduanya berproses →
saling mendukung).
Contoh kerjasama dalam kehidupan sehari-hari :
Ketika pasca gempa terjadi, saya dan teman-teman
lainnya ingin mengadakan penggalangan dana di setiap jalan dan ditempat
keramaian. Kemudian saya membagi tugas-tugas kepada teman saya misalnya saja
ada yang ditugaskan untuk pengalanga dan di lampu merah, ada juga yang tugasnya
keliling ketempat-tempat sekolah dan lain-lain.
II.
Pengertian Politik
Politik adalah seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non-konstitusional. Di samping itu politik juga dapat
ditinjau dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
1)
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan
bersama (teori klasik Aristoteles)
2)
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara
3)
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
4)
Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.
Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa politik
adalah usaha untuk menekankan peraturan-peraturan yang
dapat diterima baik oleh sebagian besar orang, untuk membawa masyarakat kearah
kehidupan bersama yang lebih harmonis. Usaha mencapai the good life ini menyangkut berbagai macam kegiatan yang
antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari system, serta cara-cara
melaksanakan tujuan itu. Masyarakat mengambil keputusan mengenai apakah yang
menjadi tujuan dari system politik itu dan hal ini menyankut pilihan antara
beberapa alternative serta urutan prioritas dari tujuan-tujuan yang telah
ditentukan itu.
Untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan
dan alokasi (allocation) dari sumber daya alam. Perlu dimiliki kekuasaan
(power) serta wewenang (authority). Kekuasaan ini diperlukan baik untuk membina
kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses
ini. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat persuasi dan jika perlu bersifat
paksaan. Tanpa paksaan, kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan
belaka.
Akan tetapi kegiatan-kegiatan ini dapat menimbulkan
konflik karena nilai-nilai (baik yang materiil maupun yang mental) yang
dikejar biasanya langka sifatnya. Di pihak lain, di Negara demokrasi, kegiatan
ini juga memerlukan kerja sama karena kehidupan manusia bersifat kolektif.
Dalam rangka ini politik pada dasarrnya dapat dilihat sebagai usaha
penyelesaian konflik.
Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dalam
pelaksanaannya kegiatan politik, di samping segi-segi yang baik, juga mencakup
segi-segi negative. Hal ini disebabkan karena politik mencerminkan tabiat
manusia, baik nalurinya yang baik maupun nalurinya yang buruk. Perasaan manusia
yang beraneka ragam sifatnya, sangat mendalam dan sering saling bertentangan,
mencakup rasa cinta,benci, setia, bangga, malu dan amarah. Tidak heran jika
dalam realitas sehari-hari kita acapkali berhadapan dengan banyak kegiatan yang
tidak terpuji. Singkatnya politik adalah perebutan kuasa, takhta dan harta.
Joyce Mitchell, dalam bukunya
Political Analysis and Public Policy mengatakan: “Politik adalah
pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat
seluruhnya.
Harrold D Laswell
dalam buku
Who Gets What, When,
How mengatakan “Politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan
bagaimana”
Roger F. Soltau, dalam bukunya
Introduction to politics mengatakan: “Ilmu politik mempelajari
Negara, tujuan-tujuan Negara dan lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan
itu, hubungan antara Negara dengan warganya serta hubungan antarnegara.
W.A Robson dalam
The
University Teaching of Social Sciences, mengatakan :”Ilmu politik
mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki dasar,
proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana
politik tertuju pada perjuangan untuk mempertahankan kekuasaan, melaksanakan
kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan
itu.
BAB III
PEMBAHASAN
III.
1. Gambaran Umum Peristiwa Lapindo Brantas
Lapindo Brantas Inc. merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. Perusahaan ini memperoleh izin
dari negara untuk melakukan penambangan minyak dan gas di daratan (onshore) di Desa Porong Kabupaten
Sidoharjo. Pada saat melakukan pengeboran yang dikoordinasikan oleh pemenang
tender yaitu PT TMMJ (Tiga Musim Masa Jaya) di tempat tersebut terjadi keadaan
yang tidak diinginkan berupa semburan lumpur cair yang menyembur ke permukaan daratan(loss).
Berdasarkan berita dari Harian Surya edisi 30/06/2006, sehari sebelum semburan
gas terjadi, salah satu pekerja pengeboran telah melaporkan bahwa terdapat
kemungkinan kebocoran lumpur apabila pengeboran tetap dipaksakan kepada Lapindo
brantas tapi hal tersebut diabaikan .
Kejadian ini telah menimbulkan
banyak kerugian dan protes dari masyarakat yang terkena dampak semburan lumpur.
Kerugian yang diakibatkan oleh lumpur lapindo sebagaimana yang dilansir dari
website Antara News yaitu:
Direktur Regional II
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suprayoga Hadi,
menyebutkan bahwa kajian kerugian total yang ditimbulkan akibat lumpur Lapindo
mencapai Rp27,4 triliun selama sembilan bulan terakhir (29 Mei 2006 - 8 Maret
2007), yang terdiri atas kerugian langsung sebesar Rp11,0 triliun dan kerugian
tidak langsung Rp16,4 triliun.
Laporan awal penilaian
kerusakan dan kerugian akibat bencana semburan lumpur panas di Sidoarjo
menyebutkan angka kerugian itu berpotensi meningkat menjadi Rp44,7 triliun,
akibat potensi kenaikan kerugian dampak tid\ak langsung menjadi Rp33,7 triliun,
jika terus berlangsung dalam jangka panjang.
Sedangkan, angka
kerusakan langsung selama sembilan bulan sebenarnya mencapai Rp7,3 triliun,
namun ada tambahan perkiraan biaya relokasi infrastruktur utama yang mencapai
Rp3,7 triliun sehingga total kerusakan dan kerugian langsung menjadi Rp11,0
triliun. (AntaraNews.com).
III.
2. Kekuasaan dan Politik Dalam Kasus Lapindo
Brantas
1)
Kekuasaan
dalam Organisasi
Organisasi harus dapat mengajak anggotanya
bersikap dengan cara-cara yang bermanfaat bagi
organisasi. Ini dapat meliputi suatu keteraturan (order) yang dirundingkan, tetapi
pengaturan manusialah yang melibatkan pelaksanaan kekuasaan. Individu yang bergabung dengan organisasi atau
mereka yang lahir didalamnya, mencari manfaat tertentu. Usaha-usaha mereka untuk melakukan hal ini adalah
dengan menggunakan kekuasaan. Dalam kebanyakan kasus, individu dalam organisasi juga menginginkan rasa kendali (a sense of
control), bukan sekedar masalah dimana seseorang merasa ”cocok”, tetapi kemana
seseorang ”bergerak”. Orang-orang menghendaki ”suara” dalam hasil-hasil
kehidupan organisasi mereka. Ada ”ketegangan” antara tuntutan organisasi dan
kepentingan pribadi. Organisasi bukan sekedar tempat pelayanan diberikan dan keuntungan dibuat. Organisasi menggambarkan suatu bagian
nyata dari kehidupan dan identitas pribadi. Istilah pemberdayaan (empowerment)
merujuk kepada proses yang menyangkut cara individu menggunakan kekuasaan dalam
organisasi.
Definisi tradisional kekuasaan difokuskan
pada kemampuan perorangan untuk menentukan atan membatasi hasil-hasil. Dahl
(1957) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B
melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan
dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut
seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus. Riker (1964) berpendapat
bahwa perbedaan dalam gagasan kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan
gagasan kausalitas (sebab-akibat). Menurutnya, kekuasaan adalah kemampuan untuk
menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruhyang sebenarnya.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan
kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh
yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini
adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang
dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa
yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan
atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan
hasil-hasil organisasi.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa
power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Pentingnya kekuasaan
dalam kehidupan organisasi, diungkapkan oleh W. Charles Redding, bahwa
kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang.
Gagasan tradisional tentang kekuasaan
difokuskan pada individu dan pelaksanaan kekuasaannya. Kekuasaan adalah sesuatu
yang dipegang dan ditangani manusia, berdasarkan sumber-sumber kekuasaan
tertentu. French dan Raven (1959) menyatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan, yaitu:
1. Reward power (kekuasaan memberi ganjaran)
--> dapatkah A menetapkan ganjaran yang dapat dirasakan B?
2. Coercive power (kekuasaan yang memaksa)
--> dapatkah A memberikan sesuatu yang dipandang hukuman kepada B?
3. Legitimate power (kekuasaan yang sah)
--> apakah B percaya bahwa A mempunyai hak untuk mempengaruhi dan B harus
menerimanya? Sumber kekuasaan sah mungkin adalah penerimaan suatu struktur
sosial atau nilai-nilai budaya.
4. Referent power (referen kekuasaan) -->
apakah B ingin seperti A atau mempunyai keinginan merasakan kesatuan dengan A?
5. Expert power (kekuasaan ahli) -->
apakah B percaya bahwa A memiliki pengetahuan khusus yang berguna untu
kebaikkan B?
Pandangan tradisional tentang kekuasaan
juga meliputi kemampuan untuk mengendalikan agenda atau rencana aksi dalam
sebuah situasi, mengendalikan isu dalam diskusi,dan pengambilan keputusan yang
mungkin menimbulkan kontroversi (Bachrach & Baratz, 1969). Status dan
kekuasaan seharusnya tidak dianggap sebagai sifat yang secara temurun diberikan
pada seseorang pada posisi tertentu. Secara umum, lebih pantas menganggap
status dan kekuasaan sebagai kondisi dimana anggota grup lainnya sepakat kepada
seseorang yang diberikan posisi. Kemampuan untuk melatih kekuasaan akan
meningkatkan status; status akan mengembangkan kemampuan untuk melatih
kekuasaan.
2)
Kekuasaan – Pengaruh dalam Kepemimpinan
Dalam situasi
dan kondisi bagaimana pun, jika seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka aktivitas seperti itu telah
melibatkannya ke dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut
terjadi dalam suatu organisasi tertentu dan seseorang berupaya agar tujuan
organisasi tercapai, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan dapat dianggap sebagai
“modalitas” dalam kepemimpinan, dalam arti sebagai cara-cara yang disenangi dan
digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya. Gaya
kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat
orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.Atau dapat pula
dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku yang konsisten
ditunjukkan dan sebagai yang diketahui oleh pihak lain ketika seseorang
berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Perilaku ini dikembangkan setiap
saat dan yang dipelajari oleh pihak lain untuk mengenal ataupun menilai
kepemimpinan seseorang. Namun demikian, gaya kepemimpinan seseorang tidaklah
bersifat “fixed”. Maksudnya adalah bahwa seorang pemimpin mempunyai kapasitas
untuk membaca situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya
sesuai dengan situasi tersebut, meskipun penyesuaian itu mungkin hanya bersifat
sementara. Pada pihak lain, setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan,
temperamen atau watak, dan kepribadian sendiri yang unik/khas, sehingga tingkah
laku dan gayanyalah yang membedakannya dari orang lain. Gaya/style hidupnya ini
pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Tipe
kepemimpinan seseorang menurut Sondang P Siagian (1994: 27-45)
dapat dianalisis dengan menggunakan kategorisasi berdasarkan:
o Persepsi seorang
pemimpin tentang peranannya selaku pemimpin
o Nilai-nilai yang
dianut
o Sikap dalam
mengemudikan jalannya organisasi
o Perilaku dalam
memimpin
o Gaya
kepemimpinan yang dominant
Prinsip pertama
dalam kepemimpinan adalah adanya hubungan antara pemimpin
dengan yang dipimpin. Tanpa yang dipimpin tidak ada orang yang perlu memimpin. Prinsip kedua adalah bahwa pemimpin
yang efektif menyadari dan mengelola secara sadar dinamika hubungan antara
pemimpin dengan yang dipimpin (Richard Beckhard, 1995:125-126).
Keberhasilan
seorang pemimpin dalam melaksanakan fungsinya tidak hanya ditentukan oleh salah
satu aspek semata-mata, melainkan antara sifat, perilaku, dan kekuasaan-pengaruh saling menentukan sesuai dengan situasi yang mendukungnya.
Kekuasaan-pengaruh mempunyai peranan sebagai daya dorong bagi setiap pemimpin
dalam mempengaruhi, menggerakkan, dan mengubah perilaku yang dipimpinnya ke
arah pencapaian tujuan organisasi.
Konsepsi mengenai
kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan, kewibawaan, dan kekuasaan.
Seorang pemimpin, karena status dan tugas-tugasnya pasti mempunyai kekuasaan.
Kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi secara unilateral sikap dan
perilaku orang ke arah yang diinginkan (Gary Yukl,1996: 183).
Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah diterima secara luas adalah dikotomi antara
“position power” (kekuasaan karena kedudukan) dan “personal power” (kekuasaan
pribadi). Menurut konsep tersebut, kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang
melekat pada posisi seseorang dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan
oleh atribut-atribut pemimpin tersebut serta dari hubungan pemimpin – pengikut.
Termasuk dalam position power adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber
daya dan imbalan, kontrol terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol
ekologis. Sedangkan personal power berasal dari keahlian dalam tugas,
persahabatan, kesetiaan, kemampuan persuasif dan karismatik dari seorang
pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175). Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Kartini
Kartono (1994:140) mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat
berasal dari:
a. Kemampuannya
untuk mempengaruhi orang lain;
b. Sifat dan
sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;
c. Memiliki
informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
d. Memiliki
kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.
Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat berubah sesuai perubahan kondisi dan
tindakan-tindakan individu atau kelompok. Ada dua teori yang dapat menjelaskan
bagaimana kekuasaan diperoleh, dipertahankan atau hilang dalam organisasi.
Teori tersebut adalah:
1) Social Exchange
Theory, menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan hilang selagi proses
mempengaruhi yang timbal balik terjadi selama beberapa waktu antara pemimpin
dan pengikut. Fokus dari teori ini mengenai expert power dan kewenangan.
2) Strategic
Contingencies Theory, menjelaskan bahwa kekuasaan dari suatu subunit organisasi
tergantung pada faktor keahlian dalam menangani masalah penting, sentralisasi
unit kerja dalam arus kerja, dan tingkat keahlian dari subunit tersebut.
Para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif,
namun hal itu tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah
keseluruhan kekuasaan yang diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif tergantung
pada sifat organisasi, tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin yang
mempunyai position power yang cukup, sering tergoda untuk membuat banyak orang
tergantung padanya daripada mengembangkan dan menggunakan expert power dan
referent power. Sejarah telah menunjukkan bahwa pemimpin yang mempunyai
position power yang terlalu kuat cenderung menggunakannya untuk mendominasi dan
mengeksploatasi pengikut. Sebaliknya, seorang pemimpin yang tidak mempunyai
position power yang cukup akan mengalami kesukaran dalam mengembangkan kelompok
yang berkinerja tinggi dalam organisasi. Pada umumnya, mungkin lebih baik bagi
seorang pemimpin untuk mempunyai position power yang sedang saja jumlahnya,
meskipun jumlah yang optimal akan bervariasi tergantung situasi. Sedangkan
dalam personal power, seorang pemimpin yang mempunyai expert power atau daya tarik karismatik sering tergoda untuk bertindak dengan cara-cara yang pada
akhirnya akan mengakibatkan kegagalan.
Kekuasaan dalam kasus Lapindo Brantas Inc terkait kasus lumpur lapindo sangat berperan dalam
mempengaruhi arah organisasi. Walaupun Lapindo Brantas Inc dalam keadaan sulit akan teapi Lapindo Brantas mampu mengendalikan hal
tersebut. Pengmbilan keputusan oleh penguasa dari lapindo brantas lebih
menentukan daripada keadaan lingkungan yang bergejolak akibat kasus lumpur
lapindo. Kekuasaan yang dimiliki oleh para petinggi Lapindo Brantas juga mempengaruhi
jalannya kasus dan tuntutan yang mengarah pada kasus lumpur lapindo. Hal
tersebut merupakan gambaran kekuasaan dan poliitk dalam kaitannya dengan elemen
lingkungan di luar organisasi. Adapun hubungan dominant coalition dengan anggota dalam organisasi pasti sangat ditentukan
oleh direktur dan pemegang saham di Lapindo Brantas sebagai pihak yang
menguasai sumber daya dari Lapindo Brantas Inc.
BAB IV
PENUTUP
IV. Kesimpulan
1. Penggunaan
kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi sangat menentukan arah dari
organisasi yang bersangkutan.
2.
Kaitan antara
organisasi, politik, dan kekuasaan dalam kasus Lapindo menunjukkan adanya
pengaruh kuat dari politik, kekuasaan dari dominant
coalition di Lapindo Brantas Inc yang menjadikan kasus dan masalah yang
menghalangi Lapindo Brantas terkait lumpur lapindo dapat diatasi.